Senin, 14 Desember 2020

Bagaimana sih menerapkan metode dan langkah evaluasi pembelajaran

langsung kita simak pejelasan bersama yaa...

kita mulai dari yang paling awal, yaitu pengertian evaluasi Klausmeier dan Goodwin (1966:622) mengatakan bahwa yang dimaksud evaluasi dalam bidang pendidikan adalah, proses kontinyu dalam memperoleh dan menginterpretasi materi pelajaran untuk menentukan kualitas dan kuantitas anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan.



fungsi dari evaluasi dalam pembelajaran Menurut Sujana, yang ditulis di dalam buku yang berjudul Pengantar Evaluasi Pendidikan, fungsi evaluasi ditinjau dari pemanfaatan hasilnya sebagai berikut :

yang pertama adalah fungsi penempatan (placement), yaitu evaluasi  yang hasilnya digunakan sebagai pengukur kecakapan yang disyaratkan diawal suatu program pendidikan. Dengan kata lain, evaluasi ini dilaksanakan untuk mengukur performasi awal sewaktu siswa mulai masuk suatu program pendidikan.

kedua adalah fungsi slektif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai upayah untuk memilih (to select), antara lain misalnya: memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu; memilih siswa yang dapat masuk kelas atau tidak; memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa, dan lain-lain.

ketiga adalah fungsi diagnostik, apabila alat atau teknik yang digunakan dalam melakukan kegiatan evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan dapat mengetahui kelemahan siswa, demikian juga sebab-musabab kelemahan itu. Jadi, dengan mengadakan evaluasi, pada dasarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa mengenai kebaikan dan kelemahannya sehingga dapat lebih mudah dicarikan jalan keluar untuk mengatasi.

keempat adalahfungsi pengukuran keberhasilan, yaitu evaluasi yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program penddikan berhasil diterapkan.

nah, dari penjelasan sujana yang di tulis dalam bukunya kita akan mulai mengetahui fungsi dari evaluasi pembelajaran.

selanjutnya ada Syarat-syarat umum pelaksanaan evaluasi pembelajaran

 Dalam menyelenggarakan kegiatan evaluasi, kita perlu memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi kegiatan evaluasi tersebut. Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:





Kesahihan

Kesahihan menggantikan kata validitas (validity) yang dapat diartikan sebagai ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Kesahihan dapat diterjemahkan pula sebagai kelayakan interpretasi terhadap hasil dari suatu instrument evaluasi atau tes dan tidak terhadap instrument itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan hasil evaluasi meliputi:

a. Faktor instrumen evaluasi itu sendiri.

b. Faktor administrasi evaluasi dan penskoran.

c. Faktor dalam respon-respon siswa.


Keterandalan

Syarat umum yang juga sama pentingnya dengan kesahihan adalah keterandalan evaluasi. Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan yakni tingkat kepercayaan bahwa suatu instrumen evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut:

a. Panjang tes

b. Sebaran skor

c. Tingkat sesulitan teks

d. Objektivitas



Kepraktisan

Dalam memilih tes dan instrumen evaluasi yang lain kepraktisan merupakan syarat yang tidak dapat diabaikan. Kepraktisan evaluasi terutama dipertimbangkan saat memilih tes atau instrumen evaluasi lain yang dipubliksikan oleh suatu lembaga. Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi, memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi adalah sebagai berikut:

a. Kemudahan mengadministrasi.

b. Wakti yang disediakan melancarkan evaluasi.

c. Kemudahan menskor.

d. kemudahan interprestasi dan aplikasi

e. Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen


selanjutnya ada alat-alat untuk evaluasi dan pembelajaran

Jenis-jenis alat evaluasi yaitu tes berupa (tes awal, tes akhir, tes seleksi, tes diagnostik, tes formatif, tes sumatif, tes intelegensi, tes kemampuan, tes kepribadian, tes hasil belajar, tes sikap, tes individual, tes kelompok, power tes, speed tes, verbal tes, nonverbal tes, tes tertulis, dan tes lisan) dan nontes berupa (Skala bertingkat (rating scale), Kuesioner, Daftar cocok (chek list), Wawancara (interview), Pengamatan (observasi).

 Menyusun alat evaluasi atau tes

a.       Dalam menyusun soal atau tes pertama-tama harus dibuat indikator tes atau           TIK, seperti telah disebutkan, yang langkah-langkahnya sebagai berikut :
1). Memilih Kompetensi Dasar (KD)
2). Memilih materi pokok, hasil belajar dan indikator materi
3). Membuat indikator tes atau TIK
4). Menulis soal berdasrakan indikator tes yang telah dibuat
b.        Kriteria indikator tes yang baik
1). Membuat ciri-ciri dari TIU yang hendak diukur
2). Membuat satu kata kerja operasional yang dapat diukur
3). Berkaitan erat dengan materi pokk hasil belajar beserta indikator materi
4). Dapat dibuat soal
c.       Kriteria pokok penulisan soal
1). Harus sesuai dengan indikator tes
2). Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas
3). Pernyataan yang ada pada pokok soal atau pada pilihan jawaban harus singkat, padat dan jelas
4). Pokok soal jangan memberi petunjukke arah jawaban yangbenar
5). Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi
6). Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama
7). Pilihan jawaban jangan menggunakan pernyataan, semua pilihan jawaban salah atau semua pilihan jawaban benar
8). Pilihan jawaban yang menggunakan angka, harus diurutkan dari kecil ke besar
9). Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau paling benar
10. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal-soal sebelumnya.


Minggu, 06 Desember 2020

keterampilan dasar mengajar ll

apasih yang dimaksud belajar dengan Experiential Learning

1. Experiential Learning 

        adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat ini, menyebutkan bahwa strategi pembelajaran ini adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. 


Nah, belajar menggunakan pendekatan experiential learning berarti peserta akan belajar langsung dari pengalaman (biasanya dalam bentuk sebuah game yang didesain khusus untuk pembelajaran tersebut). Jadi selama pembelajaran mereka tidak hanya duduk diam mendengarkan presentasi saja melainkan terlibat aktif dalam sebuah aktivitas.

Makna pembelajaran sendiri sering didapat pada saat proses debrief / refleksi (bisa terjadi di tengah atau di akhir game). Pada saat ini peserta mulai menganalisa dan merefleksikan apa yang mereka pikirkan dan lakukan selama bermain game tadi. Di sinilah sering timbul pencerahan yang munculnya dari dalam diri sendiri.

Nah sekarang kita disini akan mengetahuhi beberapa keterampilan dasar mengajar

2. Cooperative learning

        Cooperative leraning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang mempunyai kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran cooperative learning yaitu :

        a. Saling ketergantungan positif.

              Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya.

        b. Tanggung jawab perseorangan

        Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran                            Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan             yang terbaik.

        c. Tatap muka

          Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan                            kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi.

        d. Komunikasi antar anggota

          Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

        e. Evaluasi proses kelompok

            Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi                 proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.


3. Collaborative learning atau pembelajaran kolaboratif 

        Collaborative learning adalah situasi dimana terdapat dua atau lebih orang belajar atau berusaha untuk belajar sesuatu secara bersama-sama. Tidak seperti belajar sendirian, orang yang terlibat dalam collaborative learning memanfaatkan sumber daya dan keterampilan satu sama lain (meminta informasi satu sama lain, mengevaluasi ide-ide satu sama lain, memantau pekerjaan satu sama lain, dll).
        
        Lebih khusus, collaborative learning didasarkan pada model di mana pengetahuan dapat dibuat dalam suatu populasi di mana anggotanya secara aktif berinteraksi dengan berbagi pengalaman dan mengambil peran asimetri (berbeda). Dengan kata lain, collaborative learning mengacu pada lingkingan dan metodologi kegiatan peserta didik melakukan tugas umum di mana setiap individu tergantung dan bertanggung jawab satu sama lain. Hl ini juga termasuk percakapan dengan tatap muka dan diskusi dengan komputer (forum online, chat rooms, dll.). Metode untuk memeriksa proses collaborative learning meliputi analisis percakapan dan analisis wacana statistik.

        Collaborative learning ini sangat berakar dalam pandangan Vygotsky bahwa ada sebuah sifat sosial yang melekat pada pembelajaran, yang tercermin melalui teorinya tentang zona pengembangan proksimal. Sering kali, pembelajaran kolaboratif digunakan sebagai istilah umum untuk berbagai pendekatan dalam pendidikan itu. melibatkan upaya intelektual bersama oleh siswa atau siswa dan guru. 

        Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif umumnya berlangsung ketika kelompok siswa bekerja sama untuk mencari pengertian, makna, atau solusi untuk membuat sebuah artefak atau produk pembelajaran mereka. Lebih jauh, pembelajaran kolaboratif yang mengubah hubungan tradisional murid-guru di kelas ini, menghasilkan kontroversi mengenai apakah paradigma ini lebih bermanfaat daripada merugikan. Kegiatan belajar secara kolaboratif dapat mencakup penulisan kolaboratif, proyek kelompok, pemecahan masalah secara bersama, debat, studi tim, dan kegiatan lainnya. Pendekatan ini terkait erat dengan pembelajaran kooperatif.


4. Mastery learning

        Mastery Learning atau belajar tuntas adalah sebuah pendekatan sistem pengajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas setiap unit bahan pelajaran baik                secara perseorangan maupun kelompok, dibuktikan dengan ketuntasan hasil belajar                siswa dengan menggunakan berbagai macam metode-metode yang diterapkan.



dan pembelajaran ini dikembangkan oleh John B. Caroll (1963) dan Benjamin Bloom (1971). Keduanya mengembangkan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan semua siswa dapat mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Model ini menguraikan faktor-faktor pokok yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, seperti bakat dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tingkat pencapaian.

    

    
Berikut definisi dan pengertian mastery learning dari beberapa sumber buku:

  • Menurut Majid (2013), mastery learning merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran. 
  • Menurut Usman (1993), mastery learning adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perseorangan maupun kelompok, dengan kata lain apa yang dipelajari siswa dapat dikuasai sepenuhnya. 
  • Menurut Jones dan Laura (2003), mastery learning adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mensyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran

5. contextual learning

        Lebih jauh mengupas bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga siswa didorong untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sedangkan Blanchard (Trianto, 2007) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya.

        Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi hanya berhasil dalam mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), menawarkan bentuk pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkan serta menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, peran siswa dalam pembelajaran CTL adalah sebagai subjek pembelajar yang menemukan dan membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya. Belajar bukanlah menghafal dan mengingat fakta-fakta, tetapi belajar adalah upaya untuk mengoptimalkan potensi siswa baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

        Pembelajaran kontekstual (contextual taching and learning) adalah "konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment)".

Jadi pengertian CTL dari pendapat para tokoh-tokoh diatas dapat kita simpulkan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian, Tujuan Dan Strategi Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning) Anak Usia Dini

  Individualized structure kontekstual berasal dari customized organization Context yang berarti "hubungan, konteks, suasana dan keadaa...